Sifat Hasil Pertanian secara umum
Karakteristik Pangan
Hasil pertanian merupakan produk dari budidaya suatu jenis tanaman. Produk ini siap dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia ataupun hewan. Masing-masing bahan hasil pertanian memiliki sifat dan karakter yang berlainan satu dengan yang lain. Sifat dari hasil pertanian yang penting meliputi sifat fisik, biologis, dan kimia.Sifat Fisik
Sifat fisik bahan, berhubungan erat dengan struktur dan penampilan bahan.Bahan hasil pertanian umumnya berupa masa yang keadaannya relatif lunak dan mengandung air dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga bersifat labil. Sebagian produk pertanian akan menampakkan penampilan fisik yang tetap baik meskipun bahan telah dikeringkan dan sebagian lagi sifat fisiknya akan berubah. Sifat fisik bahan merupakan ciri khas dari suatu produk pertanian yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen.Oleh karena itu sifat fisik bahan harus senantiasa terpelihara agar tidak mengalami banyak perubahan dari sifat aslinya. Untuk jenis bahan pangan tertentuseperti biji-bijian berkurangnya kandungan air tidak banyak berpengaruh terhadap sifat fisik bahan. Pada produk pertanian seperti buah dan sayur segar, hilangnya sejumlah air dapat merubah sifat fisik bahan sehingga kualitasnya lebih rendah. Oleh karena itu dalam menangani sifat bahan hasil pertanian harus dicari jalan terbaik agar bahan tidak banyak berubah penampilannya, terutama penampilan luarnya, karena hal ini merupakan suatu kriteria konsumen dalam memilih suatu bahan pangan.
Biologis
Bahan hasil pertanian dapat dipandang sebagai masa yang masih memiliki sifat kehidupan. Meskipun telah dipetik atau dipisahkan dengan tanaman induknya, hasil pertanian tetap masih dapat melanjutkan perubahan. Perubahan yang terjadi berupa proses pertumbuhan lanjutan dan proses fisiologis lainnya.Seperti buah dan sayur segar akan mengalami proses pematangan.
Kimia (nilai gizi)
Hasil pertanian secara kimia tersusun atas komponen komponen penting seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Senyawa senyawa tersebut dijadikan sebagai suatu sumber energi dan pembangun sel bagi tubuh manusia maupun hewan. Oleh karena itu, sangat diharapkan bahan hasilpertanian tetap dapat mempertahankan isi kandungannya sampai bahan dikonsumsi. Kandungan nilai gizi bahan hasil pertanian secara langsung dapat dipengaruhi oleh peristiwa yang berlangsung secara biologis, misalnya perkecambahan biji. Untuk berlangsungnya perkecambahan diperlukan energi.
Energi pertumbuhan diperoleh dari karbohidrat dan protein serta lemak yang ada dalam biji tersebut. Oleh karena itu pada setiap perkecambahan, kandungan senyawa penting akan berkurang.
a) Metabolisme Bahan Pangan
Bahan pangan merupakan mahluk hidup yang melakukan berbagai prosesproses biologis untuk melangsungkan hidupnya terutama menghasilkan energi, agar segala proses biologis dan fisiologisnya dapat berkembang dengan baik. Dengan adanya energi yang dihasilkan, reaksi-reaksi kimia pun terjadi.Energi ini dapat diperoleh dari matahari (fotosintesis) dengan bantuan kloroplas pada tanaman hijau, respirasi dan fermentasi.
- Fotosintesis
digunakan untuk sintesis makromolekul dalam sel, misalnya untuk membentuk karbohidrat dengan mereduksi CO2. Hasil reaksi sampingan yang terjadi berupa molekul O2 yang merupakan sumber oksigen bagi sistem respirasi makhluk hidup.
Tanaman yang mengandung klorofil atau jazad renik tertentu, misalnya ganggang biru atau hijau dapat menggunakan sinar matahari untuk menaikkan energi dari elektron-elektron yang dihasilkan oleh oksidasi air dalam proses fotosintesis. Elektron-elektron yang telah mempunyai tingkat energi tinggi,
setelah kembali ke tingkat energi semula akan menghasilkan energi yang dapat digunakan untuk proses biologis atau sintesis molekul dalam sel.
- Respirasi
ATP/mol glukosa. Gambaran proses respirasi sebagai berikut : Apabila senyawa molekul tersebut adalah glukosa maka reaksinya :
Oksigen merupakan senyawa yang baik untuk direduksi oleh elektron karena mempunyai harga “potensial listrik”(Eo) yang positif dan besar. Eo merupakan suatu ukuran kekuatan untuk melakukan oksidasi dan reduksi. Nilai Eo oksigen adalah (+0,82) sedangkan nilai Eo senyawa makromolekul umumnya
negatif. Semakin besar perbedaan Eo yang ada, maka semakin besar energi yang dihasilkan. Disamping hal tersebut di atas, oksigen mudah didapat dan selalu ada tersedia dalam jumlah yang cukup besar di udara, yaitu kira-kira 20,1%.
- Fermentasi
e- (NADH + H+)
O2 H2O
enzim
C6H1206 + 6 H2O 6H2O + 6CO2
Pada hasil pertanian seperti buah dan sayur, sistem fermentasii tersebut dapat berlangsung terutama bila persediaan oksigen berkurang, sehingga pola pembentukan energi berubah dari cara respirasi ke fermentasi. Bila buah melakukan fermentasi, maka energi yang diperoleh relatif lebih sedikit
persatuan berat substrat yang tersedia. Untuk memenuhi kebutuhan energi, maka diperlukan substrat (glukosa) dalam jumlah yang banyak, sehingga dalam waktu yang singkat persediaan substrat akan habis dan akhirnya buahbuahan tersebut akan mati dan busuk. Dalam proses fermentasi, kapasitas sel untuk melangsungkan proses oksidasi tergantung dari jumlah senyawa penerima elektron terakhir yang dapat digunakan.
- Pengukuran Proses Mengukur Proses Respirasi
Perubahan kandungan Gula
Perubahan kandungan gula dalam bahan pangan digunakan untuk mengukur atau mengetahui keaktifan respirasi, akan tetapi secara praktis sukar dilakukan karena gula yang terdapat dalam bahan jumlahnya tidak tetap. Hal ini disebabkan karena pembentukan gula hasil degradasi karbohidrat bersama
dengan degradasi gula dalam proses glikolosis.
Kandungan ATP (Adenosin Tri Fosfat)
Kandungan ATP yang dihasilkan selama proses metabolisme secara teoritis dapat diukur, akan tetapi dalam praktek sangat sukar dikerjakan, sebab untuk untuk menghitung jumlah ATP yang terbentuk dibutuhkan waktu yang lama dan ketelitian yang tinggi.
Produksi CO2
Jumlah CO2 yag diproduksi selama proses respirasi relatif cukup besar, sehingga mudah utuk melakukan pengukuran. Dalam tanaman proses respirasi sesungguhnya dapat terjadi secara aerobik dan anaerobik. Respirasi anaerobik adalah proses respirasi dengan menggunakan senyawa penerima elektron bukan oksigen, tetapi Senyawa organik teroksidasi Senyawa organik tereduksi e- (energi) menggunakan senyawa yang terdapat dalam bahan itu sendiri, dikenal sebagai proses fermentasi. Oleh karena itu, pengukuran proses respirasi dengan mengukur jumlah CO2 yang keluar tersebut, tidak akan dapat diketahui apakah proses respirasi itu bersifat aerobik maupun anaerobik.
Penyerapan O2
Jumlah oksigen yang digunakan dalam proses respirasi relatif sangat sedikit walaupun cara pengukuran ini mungkin dapat dikerjakan dengan menggunakan alat kromatografi gas yang mempunyai kepekaan yang cukup tinggi. Untuk mengukur proses respirasi dapat digunakan rumus sebagai berikut :RQ = Volume CO2 yang diproduksi Volume O2 yang diserap RQ = Respiratory quotient
Senyawa-senyawa yang dapat digunakan dalam proses respirasi dapat berupa glukosa dari karbohidrat atau senyawa makro lainnya seperti lemak dan protein. Apabila yang dioksidasi adalah glukosa maka reaksi akan terlihat sebagai berikut :
C6H12O6 + 6O2-6O2 + 6CO2 + 6H2O + 675 Kal.
RQ = 6/6 = 1,0
Apabila dalam reaksi respirasi hanya lemak yang dioksidasi, misalnya
tripalmitin yang terdiri dari 3 asam lemak palmitat maka akan dihasilkan RQ
sebesar 0,71 dengan perhitungan:
2C51H98O6 +145º2 � 102 CO2 + 98 H2O + 15,314 Kal
(tripalmitin)
RQ = 102/145
= 0.71
47
Sedangkan pada respirasi yang berlangsung dengan cara mengoksidasi protein
maka akan dihasilkan RQ sekitar 0,80. Jadi apabila RQ = 1, kemungkinan bahan
yang dioksidasi adalah karbohidrat. Bila nilai RQ = 0,71 bahan yang mengalami
proses oksidasi adalah lemak, sedangkan bila RQ diantara 0,71-1,0 berarti
bahwa yang dioksidasi adalah campuran.
Klimaterik dan Kelayuan
Pengertian Klimaterik
Terjadinya buah adalah hasil dari beberapa jenis bentuk pertumbuhan, yaitu
pembesaran bakal buah, pembesaran jaringan yang mendukung bakal buah dan
gabungan dari kedua betuk tersebut. Pada umumya tahap-tahap proses
pertumbuhan atau kehidupan buah dan sayuran meliputi pembelahan sel,
pembesaran sel, pendewasaan sel (maturasi), pematangan (ripening), kelayuan
(sinescence) dan pembusukan (deterioration). Khususnya pada buah,
pembelahan sel segera berlangsung setelah terjadinya pembuahan yang
kemudian diikuti dengan pembesaran atau pengembangan sel sampai mencapai
volume maksimum. Setelah
itu sel-sel dalam buah berturut-turut mengikuti proses pendewasan,
pematangan, kelayuan dan pembusukan. Meskipun tanpa melalui pembuahan.
Beberapa sayuran umumnya juga mengalami proses yang sama seperti pada
buah.
Gambar 9. Skema hubungan antara proses pertumbuhan dengan laju
respirasi
(Winarno, F.G. Moehammad A. 1979)
48
Selama proses pertumbuhan terjadi respirasi yang pola grafiknya dapat dilihat
pada gambar 4.2. dimana laju proses respirasi tinggi pada saat pembelahan sel
dan menurun pada tahap pembesaran sel. Setelah itu laju respirasi dapat tibatiba baik kemudian turun atau terus turun dengan perlahanlahan sampai pada
tahap kelayuan.Untuk mengetahui hubungan antara proses pertumbuhan,
dengan jumlah CO2 yang dihasilkan, dapat dilihat pada gambar 4.2. Pada gambar
tersebut yang mempunyai kemiripan dengan gambar 4.1, disebabkan oleh laju
respirasi yang berbanding lurus dengan jumlah produksi CO2. Jumlah CO2 yang
dihasilkan terus menurun sampai mendekati proses kelayuan. Pada saat
kelayuan, tiba-tiba produksi
CO2 meningkat, kemudian turun lagi. Gambar 4.2. Skema hubungan antara
proses pertumbuhan dan jumlah CO2 (Winarno, F.G. Moehammad A. 1979)
Perubahan pola respirasi yang mendadak sebelum terjadinya proses kelayuan
pada beberapa jenis komoditi hasil pertanian dikenal dengan istilah klimaterik
respirasi. Klimaterik adalah suatu fase yang kritis dalam kehidupan buah dan
selama terjadinya proses ini banyak sekali perubahan yang berlangsung.
Merupakan suatu keadaan ”auto stimulation” dari dalam buah tersebut sehingga
buah menjadi matang yang disertai peningkatan proses respirasi. Selain itu
klimaterik dapat diartikan sebagai suatu masa peralihan dari proses
pertumbuhn menjadi layu. Meningkatnya proses respirasi ternyata tergantung
pada beberapa hal diantaranya adalah jumlah etilen yang dihasilkan serta
meningkatnya sintesa protein dan RNA (Ribose Nucleic Acid). Dari semua
pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahwa klimaterik adalah suatu periode
mendadak bagi buah tertentu dimana selama proses ini terjadi serangkaian
perubahan-perubahan biologis yang diawali dengan meningkatnya produksi
etilen. Proses ini ditandai dengan dimulainya proses pematangan. Buah-buahan
yang tidak pernah mengalami periode tersebut dikelompokkan kedalam buah
non klimaterik. Berdasarkan sifat klimateriknya, proses ini pada buah dapat
dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu klimaterik menaik, puncak klimaterik
49
dan klimaterik menurun seprti gambar 4.3 berikut. Proses respirasi pada buah
apel yang terjadi selama pematangan, ternyata mempunyai pola yang sama
dengan proses respirasi buah-buah lainnya seperti tomat, advokat, pisang,
mangga, pepaya, peach dan pear, karena buah-buahan tersebut menunjukkan
adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah sehingga
dapat digolongkan kedalam buah-buah klimaterik.
Gambar 10. Skema pembagian tahap-tahap klimaterik
(Winarno,F.G.MoehammadA..1979)
Buah-buahan yang mengalami pola berbeda dengan pola diatas diantaranya
adalah ketimun, limau, semangka, jeruk, nenas, dan arbei. Pola respirasi buah
tersebut berbeda karena setelah dipanen CO2 yang dihasilkan tidak terus
meningkat tetapi terus menurun perlahan-lahan. Buah-buahan tersebut dapat
digolongklan ke dalam buah-buahan nonklimaterik. Pada buah klimaterik,
jumlah O2 yang digunakan dan CO2 yang dikeluarkan selama proses pematangan
dapat dilihat seperti dalam Gambar 4.4.
Pada gambar 4.4 terlihat bahwa produksi CO2 selama klimaterik lebih besar
daripada konsumsi O2, sehingga nilai RQ pada praklimaterik lebih kecil daripada
RQ pada puncak klimaterik, Hal ini mungkin disebabkan oleh karena adanya
proses dekarboksilasi, sedangkan nilai RQ pada pra dan puncak klimaterik sama.
Berarti proses dekarboksilasi tidak ada atau sangat sedikit.
Gambar 11. Skema hubungan antara O2 yang digunakan dan CO2 yang
dihasilkan pada proses klimaterik
(Winarno, F.G. Moehammad A. 1979)
Terjadinya Klimaterik
50
Ada dua teori yang dapat digunakan untuk menerangkan terjadinya klimaterik
yaitu, teori perubahan fisik dan teori perubahan kimia.
Teori perubahan Fisik
Karena banyak sekali buah yang melakukan proses klimaterik, khususnya untuk
menerangkan sebab terjadinya klimaterik karena perubahan fisik, seperti apel,
pisang dan advokat. Dalam proses klimaterik yang terjadi pada buah
diperkirakan karena adanya perubahan permeabilitas dari sel. Perubahan
tersebut akan menyebabkan enzim-enzim dan substrat yang semula dalam
keadaan normal akan bergabung dan bereaksi satu dengan lainya sehingga
klimaterik terjadi.
Perubahan Kimia
Perubahan kimia diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya klimaterik,
karena selama proses pematangan kegiatan yang berlangsung di dalam sel buah
meningkat sehingga memerlukan energi yang diperoleh dari ATP Karena
kebutuhan ATP meningkat maka mitokondria sebagai penghasil ATP juga terus
mengalami peningkatan aktivitas produksi dan proses respirasi akan meningkat
yang akhirnya menyebabkan peristiwa klimaterik. Oleh karena itu pernafasan
dapat digunakan sebagai cara untuk mengontrol klimaterik. Klimaterik terjadi
apabila buah matang dan apabila buah tersebut telah matang maka klimaterik
tidak akan terjadi. Buah diperkirakan hanya mengalami satu kali klimaterik
selama proses pematangan.
Kelayuan
Kelayuan (senescence) adalah suatu tahap normal yang selalu terjadi dalam
siklus kehidupan tanaman. Dapat terjadi di setiap saat dalam tahap-tahap
tertentu pada siklus kehidupan. Gejala-gejala kelayuan pada tanaman ditandai
dengan adanya proses absisi pada daun, buah dan bagian bunga. Pematangan
buah, menyebabkan
51
pengurangan daya tahan terhadap penyakit. Gejala-gejala tersebut merupakan
hasil perubahan-perubahan yang terjadi karena gejala ketuaan. Kematian pada
daun biasanya ditandai dengan menguningnya daun (buah) yang diikuti dengan
pembentukan bercak-bercak coklat pada bagian-bagian tersebut.
Perubahan dalam Sel
Banyak perubahan yang terjadi di dalam sel akibat proses kelayuan, demikian
juga pada setiap tahap klimaterik perubahan yang terjadi dalam sel pun
berbeda-beda. Pada tahap praklimaterik sel umumnya masih baik susunannya,
pada tahap klimaterik kloroplas pecah menjadi bagian yang lebih kecil,
endoplasmik retikula menjadi rusak dan sitoplasma terlihat penuh dengan
kotoran-kotoran hasil pecahan tersebut, tetapi mitokondria masih tetaputuh.
Terjadi kerusakan-kerusakan pada mitokondria pada tahap-tahap selanjutnya
menyebabkan timbulnya anggapan bahwa penyediaan energi untuk
metabolisme diperoleh dari mitokondria. Perubahan lain yang dapat digunakan
sebagai tanda terjadinya kelayuan adalah hilangnya klorofil dari tanaman. Hal ini
bisa terlihat dari berubahnya warna hijau daun menjadi kuning. Selain itu
turunnya kandungan protein juga dapat menyebabkan terjadinya proses
kelayuan. Tetapi perlu diketahui bahwa selama proses pematangan (sebelum
proses kelayuan terjadi) kandungan protein menunjukkan jumlah yang menarik.
Pada daun turunnya kandungan klorofil dan protein umumnya bersamaan.
Kegiatan pernafasan dan fotosintesis umumnya juga menurun. Hal ini
disebabkan karena adanya kerusakan mitokondria yang dapat diketahui dengan
menghitung perbandingan antara produksi posfat dengan konsumsi O2 yang
berlangsung pada mitokondria. Disamping perubahan tersebut juga terjadi
perubahan permeabilitas dari membran sel. Hal ini disebabkan karena jaringanjaringan sel terus melemah sehingga sifat permeabilitasnya berubah Prinsip
terjadinya peritiwa kelayuan salah satunya disebabkan oleh pengaruh
enzim/protein dimana bila terdapat sesuatu yang menghambat protein maka
akan mempercepat terjadinya proses kelayuan. Sebaliknya pada kinetin karena
52
dapat mempercepat pembentukan RNA dan protein, maka dapat menghambat
proses kelayuan, dan tiourasil mempercepat terjadinya kelayuan.
Hormon Dalam Proses Kelayuan
Beberapa hormon tanaman yang aktif dalam proses kelayuan adalah auxin,
giberelin, asam absisat, sitokinin, dan etilen. Auxin banyak peranannya dalam
sintesis etilen, dimana makin tinggi jumlah auxin maka sintesis etilen pun makin
tinggi. Secara langsung auxin tidak menyebabkan kelayuan, tetapi menghambat
terjadinya proses tersebut, sehingga hilangnya auxin dapat menyebabkan
terjadinya kelayuan. Hal ini dapat dibuktikan dalam peristiwa rontoknya buah
dari pohon merupakan salah satu gejala proses kelayuan. Dengan
menyemprotkan auxin sintetis, terjadinya perontokan buah dapat dihambat.
Hormon giberellin bekerja secara spesifik pada tanaman, yaitu dapat
menghambat terjadinya pematangan, yang berarti dapat menghambat terjadinya
kelayuan. Tetapi tidak semua tanaman dapat memberikan respon yang baik
terhadap hormon ini, misalnya pisang dan tomat dapat dipengaruhi oleh
giberellin sedangkan apel tidak. Asam absisik (abscissic acid) adalah hormon
yang dapat merangsang terjadinya proses absisi yaitu apabila tanaman
disemprot dengan asam tersebut. Banyak tanaman yang peka terhadap hormon
ini. Semakin tinggi konsentrasi sitokinin yang disintesis, maka semakin banyak
kandungan klorofil yang tertinggal dalam daun kubis. Daun kubis akan tetap
segar dan proses menguningnya daun dapat dihambat. Umumnya terbentuknya
bunga pada tanaman dapat mempercepat berlangsungnya kelayuan, misalnya
pohon tomat, setelah berbunga pertumbuhannya menjadi lebih lambat dan
akhirnya mati. Pada kubis setelah berbunga akan mati tetapi jika bunganya
dipotong, pertumbuhan akan terus berlangsung sampai keluar bunga lagi. Hal ini
disebabkan oleh adanya mobilisasi makanan untuk pertumbuhan biji. Pada
kondisi ini, sebagian besar asam amino digunakan dalam pembentukan biji.
Mungkin dengan adanya mobilisasi asam amino dapat menyebabkan terjadinya
proses kelayuan.
Penulis: Excel Dev
0 komentar untuk Sifat Hasil Pertanian secara umum