Sifat Hasil Pertanian secara umum

Sifat Hasil Pertanian secara umum


Karakteristik Pangan

Hasil pertanian merupakan produk dari budidaya  suatu jenis tanaman. Produk ini  siap dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia ataupun hewan. Masing-masing  bahan  hasil  pertanian  memiliki  sifat  dan  karakter  yang berlainan satu dengan yang  lain.  Sifat  dari  hasil  pertanian  yang  penting  meliputi  sifat  fisik,  biologis, dan kimia.

Sifat Fisik

Sifat  fisik  bahan,  berhubungan  erat  dengan  struktur  dan  penampilan  bahan.Bahan  hasil  pertanian  umumnya  berupa  masa  yang  keadaannya  relatif  lunak dan  mengandung  air  dalam  jumlah  yang  cukup  tinggi  sehingga  bersifat  labil. Sebagian  produk  pertanian  akan  menampakkan  penampilan  fisik  yang  tetap baik  meskipun  bahan  telah  dikeringkan  dan  sebagian  lagi  sifat  fisiknya  akan berubah.  Sifat  fisik  bahan  merupakan  ciri  khas  dari  suatu  produk  pertanian yang  secara  langsung  maupun  tidak  langsung  akan  mempengaruhi  tingkat penerimaan  konsumen. 

Oleh  karena  itu  sifat  fisik  bahan  harus  senantiasa terpelihara  agar  tidak  mengalami  banyak  perubahan  dari  sifat  aslinya.  Untuk jenis  bahan  pangan  tertentuseperti  biji-bijian  berkurangnya  kandungan  air tidak  banyak  berpengaruh  terhadap  sifat  fisik  bahan.  Pada  produk  pertanian seperti buah dan sayur segar, hilangnya sejumlah air  dapat merubah sifat fisik bahan  sehingga  kualitasnya  lebih  rendah.  Oleh  karena  itu  dalam  menangani sifat bahan hasil pertanian harus dicari jalan terbaik agar bahan tidak banyak berubah  penampilannya,  terutama  penampilan  luarnya,  karena  hal  ini merupakan suatu kriteria konsumen dalam memilih suatu bahan pangan.

Biologis

Bahan hasil pertanian dapat dipandang sebagai masa yang masih memiliki sifat kehidupan. Meskipun telah dipetik atau dipisahkan dengan tanaman induknya, hasil  pertanian  tetap  masih  dapat  melanjutkan  perubahan.  Perubahan  yang terjadi  berupa  proses  pertumbuhan  lanjutan  dan  proses  fisiologis  lainnya.
Seperti buah dan sayur segar akan mengalami proses pematangan.

Kimia (nilai gizi)

Hasil  pertanian  secara  kimia  tersusun  atas  komponen  komponen  penting seperti  karbohidrat,  protein,  lemak,  vitamin  dan  mineral.  Senyawa  senyawa tersebut dijadikan sebagai suatu sumber energi dan pembangun sel bagi tubuh manusia  maupun  hewan.  Oleh  karena  itu,  sangat  diharapkan  bahan  hasil
pertanian  tetap  dapat  mempertahankan  isi  kandungannya  sampai  bahan dikonsumsi. Kandungan nilai gizi bahan hasil pertanian secara langsung dapat dipengaruhi  oleh  peristiwa  yang  berlangsung  secara  biologis,  misalnya perkecambahan biji. Untuk berlangsungnya perkecambahan diperlukan energi.

Energi pertumbuhan diperoleh dari karbohidrat dan protein serta lemak yang ada  dalam  biji  tersebut.  Oleh  karena  itu  pada  setiap  perkecambahan, kandungan senyawa penting akan berkurang.

a)  Metabolisme Bahan Pangan

Bahan  pangan  merupakan  mahluk  hidup  yang  melakukan  berbagai prosesproses biologis untuk melangsungkan hidupnya terutama menghasilkan energi, agar segala proses biologis dan fisiologisnya dapat berkembang dengan baik.  Dengan  adanya  energi  yang  dihasilkan,  reaksi-reaksi  kimia  pun  terjadi.
Energi  ini  dapat  diperoleh  dari  matahari  (fotosintesis)  dengan  bantuan kloroplas pada tanaman hijau, respirasi dan fermentasi.
  • Fotosintesis
Fotosintesis  adalah  suatu  proses  metabolisme  dalam  tanaman  untuk membentuk   karbohidrat  dengan  bantuan  CO2  dari  udara  dan  air  dari  dalam tanah  dengan  sinar  matahari  dan  klorofil  sebagai  reseptor  sinar.  Klorofil  dan sinar  matahari  akan  menghasilkan  energi  dalam  tanaman  yang  dapat
digunakan  untuk  sintesis  makromolekul  dalam  sel,  misalnya  untuk membentuk karbohidrat dengan mereduksi CO2. Hasil reaksi sampingan yang terjadi  berupa  molekul  O2  yang  merupakan  sumber  oksigen  bagi  sistem respirasi makhluk hidup.

Tanaman  yang  mengandung  klorofil  atau  jazad  renik  tertentu,  misalnya ganggang biru atau hijau dapat menggunakan sinar matahari untuk menaikkan energi  dari  elektron-elektron  yang  dihasilkan  oleh  oksidasi  air  dalam  proses fotosintesis.  Elektron-elektron  yang  telah  mempunyai  tingkat  energi  tinggi,
setelah kembali ke tingkat energi semula akan menghasilkan energi yang dapat digunakan untuk proses biologis atau sintesis molekul dalam sel.

  • Respirasi
Respirasi  atau  pernafasan  adalah  suatu  proses  metabolisme  dengan  cara menggunakan  oksigen  dalam  pembakaran  senyawa  makromolekul  seperti karbohidrat,  protein,  lemak,  yang  menghasilkan  CO2,  air  dan  sejumlah elektron-elektron.  Senyawa  makromolekul  dioksidasi  dengan  membentuk NADH  (Nicotiamida  Adenin  Dinukleotida)  dan  ion  H+,   kemudian  melalui flavoprotein  dan  sistem  cytochrom,  elektron  yang  dihasilkan  akan  mereduksi oksigen  dan  akan  menghasilkan  air.  Dari  reaksi  yang   panjang  tersebut  akan dihasilkan energi dalam bentuk ATP (Adenosin Triposfat)yaitu sebesar 38 mol
ATP/mol  glukosa.  Gambaran  proses  respirasi  sebagai  berikut  :  Apabila senyawa molekul tersebut adalah glukosa maka reaksinya :

Oksigen merupakan senyawa yang baik untuk direduksi oleh elektron karena mempunyai harga “potensial listrik”(Eo) yang positif dan besar. Eo merupakan suatu  ukuran  kekuatan  untuk  melakukan  oksidasi  dan  reduksi.  Nilai  Eo oksigen  adalah (+0,82) sedangkan nilai Eo senyawa  makromolekul  umumnya
negatif.  Semakin  besar  perbedaan  Eo  yang  ada,  maka  semakin  besar  energi yang  dihasilkan.  Disamping  hal  tersebut  di  atas,  oksigen  mudah  didapat  dan selalu  ada  tersedia  dalam  jumlah  yang  cukup  besar  di  udara,  yaitu  kira-kira 20,1%.

  • Fermentasi
Fermentasi  juga  merupakan  proses  biologis  yang  melibatkan  reaksi  oksidasi reduksi,  dimana  baik  zat  yang   teroksidasi  (pemberi  elektron)  dan  yang direduksi  (penerima  elektron)  adalah  zat  organik.  Hal  ini  berbeda  dengan respirasi,  dimana  zat  anorganik  (O2)  sebagai  penerima  elektron.  Senyawa organik  yang  banyak   digunakan  dalam  proses  fermentasi  pada  umumnya adalah  glukosa.  Melalui  proses  glikolisis  gula  tersebut  dipecah  menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana menjadi aldehid, alkohol atau asam.Senyawamakromolekul teroksidasi
e- (NADH + H+)
O2 H2O
enzim
C6H1206 + 6 H2O 6H2O + 6CO2
Pada hasil pertanian seperti buah dan sayur, sistem fermentasii tersebut dapat berlangsung  terutama  bila  persediaan  oksigen  berkurang,  sehingga  pola pembentukan  energi  berubah  dari  cara  respirasi  ke  fermentasi.  Bila  buah melakukan  fermentasi,  maka  energi  yang  diperoleh  relatif  lebih  sedikit
persatuan  berat  substrat  yang  tersedia.  Untuk  memenuhi  kebutuhan  energi, maka  diperlukan  substrat  (glukosa)  dalam  jumlah  yang  banyak,  sehingga dalam waktu yang singkat persediaan substrat akan habis dan akhirnya buahbuahan tersebut akan mati dan busuk. Dalam proses fermentasi, kapasitas sel untuk   melangsungkan  proses  oksidasi  tergantung  dari  jumlah  senyawa penerima elektron terakhir yang dapat digunakan.

  • Pengukuran Proses Mengukur Proses Respirasi
Dalam  proses  respirasi  beberapa  senyawa  penting  yang  dapat  digunakan untuk  mengukur  proses  ini  adalah  glukosa,  ATP,  CO2  dan  O2.  Oleh  karena  itu ada  beberapa  cara  yang  dapat  digunakan  untuk  mengukur  perubahan kandungan gula, jumlah ATP, jumlah CO2  yang dihasilkan dan jumlah O2  yang digunakan.

Perubahan kandungan Gula
Perubahan  kandungan  gula  dalam  bahan  pangan  digunakan  untuk  mengukur atau   mengetahui  keaktifan  respirasi,  akan  tetapi  secara  praktis  sukar dilakukan karena gula  yang terdapat dalam bahan jumlahnya  tidak tetap. Hal ini disebabkan karena pembentukan gula hasil degradasi karbohidrat bersama
dengan degradasi gula dalam proses glikolosis.

Kandungan ATP (Adenosin Tri Fosfat)
Kandungan  ATP  yang  dihasilkan  selama  proses  metabolisme  secara  teoritis dapat diukur, akan tetapi dalam praktek sangat sukar dikerjakan, sebab untuk untuk  menghitung  jumlah  ATP  yang  terbentuk  dibutuhkan  waktu  yang  lama dan ketelitian yang tinggi.

Produksi CO2
Jumlah  CO2  yag  diproduksi  selama  proses  respirasi  relatif  cukup  besar, sehingga mudah utuk melakukan pengukuran. Dalam tanaman proses respirasi sesungguhnya dapat terjadi secara aerobik dan anaerobik. Respirasi anaerobik adalah  proses  respirasi  dengan  menggunakan  senyawa  penerima  elektron bukan oksigen, tetapi Senyawa organik teroksidasi Senyawa organik tereduksi e-  (energi)  menggunakan  senyawa  yang  terdapat  dalam  bahan  itu  sendiri, dikenal  sebagai  proses  fermentasi.  Oleh  karena  itu,  pengukuran  proses respirasi dengan mengukur jumlah CO2  yang keluar tersebut, tidak akan dapat diketahui apakah proses respirasi itu bersifat aerobik maupun anaerobik.

Penyerapan O2
Jumlah  oksigen  yang  digunakan  dalam  proses  respirasi  relatif  sangat  sedikit walaupun  cara  pengukuran  ini  mungkin  dapat  dikerjakan  dengan menggunakan  alat  kromatografi  gas  yang  mempunyai  kepekaan  yang  cukup tinggi.  Untuk  mengukur  proses  respirasi  dapat  digunakan  rumus  sebagai berikut  :RQ  =  Volume  CO2  yang  diproduksi  Volume  O2  yang  diserap   RQ  = Respiratory quotient
Senyawa-senyawa yang dapat digunakan dalam proses respirasi dapat berupa glukosa  dari  karbohidrat  atau  senyawa  makro  lainnya  seperti  lemak  dan protein.  Apabila  yang  dioksidasi  adalah  glukosa  maka  reaksi  akan  terlihat sebagai berikut :
C6H12O6 + 6O2-6O2 + 6CO2 + 6H2O + 675 Kal.
RQ = 6/6 = 1,0
Apabila  dalam  reaksi  respirasi  hanya  lemak  yang  dioksidasi,  misalnya
tripalmitin  yang terdiri dari 3 asam lemak palmitat maka  akan  dihasilkan RQ
sebesar 0,71 dengan perhitungan:
2C51H98O6 +145º2 � 102 CO2 + 98 H2O + 15,314 Kal
(tripalmitin)
RQ = 102/145
= 0.71
47
Sedangkan pada respirasi yang berlangsung dengan cara mengoksidasi protein
maka akan dihasilkan RQ sekitar 0,80. Jadi apabila RQ = 1, kemungkinan bahan
yang dioksidasi adalah karbohidrat. Bila nilai RQ = 0,71 bahan yang mengalami
proses  oksidasi  adalah  lemak,  sedangkan  bila  RQ  diantara  0,71-1,0  berarti
bahwa yang dioksidasi adalah campuran.
Klimaterik dan Kelayuan
 Pengertian Klimaterik
Terjadinya  buah  adalah  hasil  dari  beberapa  jenis  bentuk  pertumbuhan,  yaitu
pembesaran bakal buah, pembesaran jaringan yang mendukung bakal buah dan
gabungan  dari  kedua  betuk  tersebut.  Pada  umumya  tahap-tahap  proses
pertumbuhan  atau  kehidupan  buah  dan  sayuran  meliputi  pembelahan  sel,
pembesaran  sel,  pendewasaan  sel  (maturasi),  pematangan  (ripening),  kelayuan
(sinescence)  dan  pembusukan  (deterioration).  Khususnya  pada  buah,
pembelahan  sel  segera  berlangsung  setelah  terjadinya  pembuahan  yang
kemudian diikuti dengan pembesaran atau pengembangan sel sampai mencapai
volume maksimum. Setelah
itu  sel-sel  dalam  buah  berturut-turut  mengikuti  proses  pendewasan,
pematangan,  kelayuan  dan  pembusukan.  Meskipun  tanpa  melalui  pembuahan.
Beberapa  sayuran  umumnya  juga  mengalami  proses  yang  sama  seperti  pada
buah.
Gambar  9. Skema hubungan antara proses pertumbuhan dengan laju
respirasi
(Winarno, F.G. Moehammad A. 1979)
48
Selama  proses  pertumbuhan  terjadi  respirasi  yang  pola  grafiknya  dapat  dilihat
pada  gambar 4.2. dimana  laju proses  respirasi tinggi  pada saat pembelahan  sel
dan  menurun  pada  tahap  pembesaran  sel.  Setelah  itu  laju  respirasi  dapat  tibatiba  baik  kemudian  turun  atau  terus  turun  dengan  perlahanlahan  sampai  pada
tahap  kelayuan.Untuk  mengetahui  hubungan  antara  proses  pertumbuhan,
dengan jumlah CO2  yang dihasilkan, dapat dilihat pada gambar 4.2. Pada gambar
tersebut  yang  mempunyai  kemiripan  dengan  gambar  4.1,  disebabkan  oleh  laju
respirasi yang berbanding lurus dengan jumlah produksi CO2. Jumlah CO2 yang
dihasilkan  terus  menurun  sampai  mendekati  proses  kelayuan.  Pada  saat
kelayuan, tiba-tiba produksi
CO2  meningkat,  kemudian  turun  lagi.  Gambar  4.2.  Skema  hubungan  antara
proses pertumbuhan dan jumlah CO2 (Winarno, F.G. Moehammad A. 1979)
Perubahan  pola  respirasi  yang  mendadak  sebelum  terjadinya  proses  kelayuan
pada  beberapa  jenis  komoditi  hasil  pertanian  dikenal  dengan  istilah  klimaterik
respirasi.  Klimaterik  adalah  suatu  fase  yang  kritis  dalam  kehidupan  buah  dan
selama  terjadinya  proses  ini  banyak  sekali  perubahan  yang  berlangsung.
Merupakan suatu keadaan ”auto stimulation” dari dalam buah tersebut sehingga
buah  menjadi  matang  yang  disertai  peningkatan  proses  respirasi.  Selain  itu
klimaterik  dapat  diartikan  sebagai  suatu  masa  peralihan  dari  proses
pertumbuhn  menjadi  layu.  Meningkatnya  proses  respirasi  ternyata  tergantung
pada  beberapa  hal  diantaranya  adalah  jumlah  etilen  yang  dihasilkan  serta
meningkatnya  sintesa  protein  dan  RNA  (Ribose  Nucleic  Acid).  Dari  semua
pendapat  tersebut  dapat  disimpulkan,  bahwa  klimaterik  adalah  suatu  periode
mendadak  bagi  buah  tertentu  dimana  selama  proses  ini  terjadi  serangkaian
perubahan-perubahan  biologis  yang  diawali  dengan  meningkatnya  produksi
etilen. Proses ini ditandai dengan dimulainya proses pematangan. Buah-buahan
yang  tidak  pernah  mengalami  periode  tersebut  dikelompokkan  kedalam  buah
non  klimaterik.  Berdasarkan  sifat  klimateriknya,  proses  ini  pada  buah  dapat
dikelompokkan  menjadi  tiga  tahap  yaitu  klimaterik  menaik,  puncak  klimaterik
49
dan klimaterik menurun  seprti gambar 4.3 berikut. Proses  respirasi  pada  buah
apel  yang  terjadi  selama  pematangan,  ternyata  mempunyai  pola  yang  sama
dengan  proses  respirasi  buah-buah  lainnya  seperti  tomat,  advokat,  pisang,
mangga,  pepaya,  peach  dan  pear,  karena  buah-buahan  tersebut  menunjukkan
adanya  peningkatan  CO2  yang  mendadak  selama  pematangan  buah  sehingga
dapat digolongkan kedalam buah-buah klimaterik.
Gambar  10. Skema pembagian tahap-tahap klimaterik
(Winarno,F.G.MoehammadA..1979)
Buah-buahan  yang  mengalami  pola  berbeda  dengan  pola  diatas  diantaranya
adalah  ketimun,  limau,  semangka,  jeruk,  nenas,  dan  arbei.  Pola  respirasi  buah
tersebut  berbeda  karena  setelah  dipanen  CO2  yang  dihasilkan  tidak  terus
meningkat  tetapi  terus  menurun  perlahan-lahan.  Buah-buahan  tersebut  dapat
digolongklan  ke  dalam  buah-buahan  nonklimaterik.  Pada  buah  klimaterik,
jumlah O2  yang digunakan dan CO2  yang dikeluarkan selama proses pematangan
dapat dilihat seperti dalam Gambar 4.4.
Pada  gambar  4.4  terlihat  bahwa  produksi  CO2  selama  klimaterik  lebih  besar
daripada konsumsi O2, sehingga nilai RQ pada praklimaterik lebih kecil daripada
RQ  pada  puncak  klimaterik,  Hal  ini  mungkin  disebabkan  oleh  karena  adanya
proses dekarboksilasi, sedangkan nilai RQ pada pra dan puncak klimaterik sama.
Berarti proses dekarboksilasi tidak ada atau sangat sedikit.
Gambar  11. Skema hubungan antara O2 yang digunakan dan CO2 yang
dihasilkan pada proses klimaterik
(Winarno, F.G. Moehammad A. 1979)
 Terjadinya Klimaterik
50
Ada  dua  teori  yang  dapat  digunakan  untuk  menerangkan  terjadinya  klimaterik
yaitu, teori perubahan fisik dan teori perubahan kimia.
Teori perubahan Fisik
Karena banyak sekali buah yang melakukan proses klimaterik, khususnya untuk
menerangkan  sebab  terjadinya  klimaterik  karena  perubahan  fisik,  seperti  apel,
pisang  dan  advokat.  Dalam  proses  klimaterik  yang  terjadi  pada  buah
diperkirakan  karena  adanya  perubahan  permeabilitas  dari  sel.  Perubahan
tersebut  akan  menyebabkan  enzim-enzim  dan  substrat  yang  semula  dalam
keadaan  normal  akan  bergabung  dan  bereaksi  satu  dengan  lainya  sehingga
klimaterik terjadi.
Perubahan Kimia
Perubahan  kimia  diperkirakan  dapat  menyebabkan  terjadinya  klimaterik,
karena selama proses pematangan kegiatan yang berlangsung di dalam sel buah
meningkat  sehingga  memerlukan  energi  yang  diperoleh  dari  ATP  Karena
kebutuhan ATP meningkat maka mitokondria sebagai penghasil ATP juga terus
mengalami peningkatan aktivitas produksi dan proses respirasi akan meningkat
yang  akhirnya  menyebabkan  peristiwa  klimaterik.  Oleh  karena  itu  pernafasan
dapat  digunakan  sebagai  cara  untuk  mengontrol  klimaterik.  Klimaterik  terjadi
apabila  buah  matang  dan  apabila  buah  tersebut  telah  matang  maka  klimaterik
tidak  akan  terjadi.  Buah  diperkirakan  hanya  mengalami  satu  kali  klimaterik
selama proses pematangan.
 Kelayuan
Kelayuan  (senescence)  adalah  suatu  tahap  normal  yang  selalu  terjadi  dalam
siklus  kehidupan  tanaman.  Dapat  terjadi  di  setiap  saat  dalam  tahap-tahap
tertentu  pada  siklus  kehidupan.  Gejala-gejala  kelayuan  pada  tanaman  ditandai
dengan  adanya  proses  absisi  pada  daun,  buah  dan  bagian  bunga.  Pematangan
buah, menyebabkan
51
pengurangan  daya  tahan  terhadap  penyakit.  Gejala-gejala  tersebut  merupakan
hasil  perubahan-perubahan  yang  terjadi  karena  gejala  ketuaan.  Kematian  pada
daun biasanya ditandai dengan menguningnya daun (buah) yang diikuti dengan
pembentukan bercak-bercak coklat pada bagian-bagian tersebut.
Perubahan dalam Sel
Banyak  perubahan  yang  terjadi  di  dalam  sel  akibat  proses  kelayuan,  demikian
juga  pada  setiap  tahap  klimaterik  perubahan  yang  terjadi  dalam  sel  pun
berbeda-beda.  Pada  tahap  praklimaterik  sel  umumnya  masih  baik  susunannya,
pada  tahap  klimaterik  kloroplas  pecah  menjadi  bagian  yang  lebih  kecil,
endoplasmik  retikula  menjadi  rusak  dan  sitoplasma  terlihat  penuh  dengan
kotoran-kotoran  hasil  pecahan  tersebut,  tetapi  mitokondria  masih  tetaputuh.
Terjadi  kerusakan-kerusakan  pada  mitokondria  pada  tahap-tahap  selanjutnya
menyebabkan  timbulnya  anggapan  bahwa  penyediaan  energi  untuk
metabolisme diperoleh dari mitokondria. Perubahan lain yang dapat digunakan
sebagai tanda terjadinya kelayuan adalah hilangnya klorofil dari tanaman. Hal ini
bisa  terlihat  dari  berubahnya  warna  hijau  daun  menjadi  kuning.  Selain  itu
turunnya  kandungan  protein  juga  dapat  menyebabkan  terjadinya  proses
kelayuan.  Tetapi  perlu  diketahui  bahwa  selama  proses  pematangan  (sebelum
proses kelayuan terjadi) kandungan protein menunjukkan jumlah yang menarik.
Pada daun turunnya kandungan klorofil dan protein umumnya bersamaan.
Kegiatan  pernafasan  dan  fotosintesis  umumnya  juga  menurun.  Hal  ini
disebabkan karena  adanya kerusakan mitokondria yang dapat diketahui dengan
menghitung  perbandingan  antara  produksi  posfat  dengan  konsumsi  O2  yang
berlangsung  pada  mitokondria.  Disamping  perubahan  tersebut  juga  terjadi
perubahan permeabilitas dari membran sel. Hal ini disebabkan karena jaringanjaringan  sel  terus  melemah  sehingga  sifat  permeabilitasnya  berubah  Prinsip
terjadinya  peritiwa  kelayuan  salah  satunya  disebabkan  oleh  pengaruh
enzim/protein  dimana  bila  terdapat  sesuatu  yang  menghambat  protein  maka
akan  mempercepat  terjadinya  proses  kelayuan.  Sebaliknya  pada  kinetin  karena
52
dapat  mempercepat  pembentukan  RNA  dan  protein,  maka  dapat  menghambat
proses kelayuan, dan tiourasil mempercepat terjadinya kelayuan.
 Hormon Dalam Proses Kelayuan
Beberapa  hormon  tanaman  yang  aktif  dalam  proses  kelayuan  adalah  auxin,
giberelin,  asam  absisat,  sitokinin,  dan  etilen.  Auxin  banyak  peranannya  dalam
sintesis  etilen, dimana makin tinggi jumlah  auxin maka sintesis etilen pun makin
tinggi. Secara langsung  auxin  tidak menyebabkan kelayuan, tetapi  menghambat
terjadinya  proses  tersebut,  sehingga  hilangnya  auxin  dapat  menyebabkan
terjadinya  kelayuan.  Hal  ini  dapat  dibuktikan  dalam  peristiwa  rontoknya  buah
dari  pohon  merupakan  salah  satu  gejala  proses  kelayuan.  Dengan
menyemprotkan  auxin  sintetis,  terjadinya  perontokan  buah  dapat  dihambat.
Hormon  giberellin  bekerja  secara  spesifik  pada  tanaman,  yaitu  dapat
menghambat terjadinya pematangan, yang berarti dapat menghambat terjadinya
kelayuan.  Tetapi  tidak  semua  tanaman  dapat  memberikan  respon  yang  baik
terhadap  hormon  ini,  misalnya  pisang  dan  tomat  dapat  dipengaruhi  oleh
giberellin  sedangkan  apel  tidak.  Asam  absisik  (abscissic  acid)  adalah  hormon
yang  dapat  merangsang  terjadinya  proses  absisi  yaitu  apabila  tanaman
disemprot dengan asam tersebut. Banyak tanaman yang peka terhadap hormon
ini. Semakin  tinggi  konsentrasi sitokinin yang disintesis, maka  semakin banyak
kandungan  klorofil  yang  tertinggal  dalam  daun  kubis.  Daun  kubis  akan  tetap
segar dan proses menguningnya daun dapat dihambat. Umumnya terbentuknya
bunga  pada  tanaman  dapat  mempercepat  berlangsungnya  kelayuan,  misalnya
pohon  tomat,  setelah  berbunga  pertumbuhannya  menjadi  lebih  lambat  dan
akhirnya  mati.  Pada  kubis  setelah  berbunga  akan  mati  tetapi  jika  bunganya
dipotong, pertumbuhan akan terus berlangsung sampai keluar bunga lagi. Hal ini
disebabkan  oleh  adanya  mobilisasi  makanan  untuk  pertumbuhan  biji.  Pada
kondisi  ini,  sebagian  besar  asam  amino  digunakan  dalam  pembentukan  biji.
Mungkin dengan adanya mobilisasi asam amino dapat menyebabkan terjadinya
proses kelayuan.

No comments:

Post a Comment